Oleh: Arian Hadi (Mahasiswa TEP 2009)
A
|
Sprak begitulah panggilan akrab
yang tak asing dikalangan telinga mahasiswa. Asprak yang merupakan kependekan
dari asisten praktikum ini bisa dikatakan ajang pengembangan diri bagi sebagian
mahasiswa yang merasa mampu untuk mengaplikasikan ilmunya dalam lingkungan
kampus mereka sendiri. Banyak hal yang kita dapatkan ketika dipercaya dan mampu
menjalankan tugas mulia yang disebut asprak. Menjadi seorang asprak, mahasiswa
dituntut untuk memiliki keahlian dan pemahaman yang lebih terhadap suatu mata
kuliah tertentu, tentu hal ini akan menjadikan mahasiswa tersebut lebih giat
untuk belajar demi tugas yang mulia itu. Seorang asprak juga wajib memiliki
tingkat kemapuan komunikasi diatas rata-rata, hal ini dikarenakan agar asprak
tersebut dapat menyampaikan materi praktikum sebaik-baiknya kepada praktikan.
Apabiala kemampuan komunikasi asprak tersebut kurang baik bukan tidak mungkin
akan menyebabkan praktikum yang masih bibgung akan menjadi lebih linglung.
Ketika menjadi asprak mahasiswa juga akan dituntut untuk memenejemen waktu,
bukan hanya waktu asprak itu sendiri tetapi juga waktu bagi praktikan.
Leadership, profesionalisme, dan team work juga sangat dibutuhkan dalam profesi
yang sebagian mahasiswa sebagai profesi sambilan ini.
Menjadi
seorang asprak bisa menjadi salah satu pilihan mahasiswa sebagai ajang pengembangan
diri, tentunya hal itu tergantung dari tujuan mahasiswa yang bersangkutan, dan
tak dapat kita bayangkan jika tak satupun mahasiswa yang berminat lagi menjadi
seorang asprak. Namun terlepas dari semua itu, nampaknya profesi penunjang
mahasiswa ini semakin kurang mendapat perhatian baik dari mahasiswa bahkan dari
pihak kampus. Bagaimana tidak, seorang asprak yang telah mendedikasikan waktu,
tenaga dan fikiranya tersebut hanya mendapat bonus sekitar Rp.20.000,- per acara/hari
dan itu pun juga masih tergantung dari dosen pengampu mata kuliah yang
bersangkutan. Ya…20 ribu rupiah cukup untuk makan seorang mahasiswa kosan dalam
waktu dua hari dengan menu sekali makan seharga 3 ribu 3 ratus 3 rupiah, dan
bisa kita bayangkan sendiri menu apa yang dapat terbeli. Menengok dari UMR
(Upah Minimum Regional) Kabupaten Banyumas tahun 2013 sebesar Rp. 877.500,-
(Sumber: www.fspmip.org) dengan kata lain
UMR per hari sebesar Rp. 29.250,- tentu
hal itu jelas berbeda dengan bonus yang diterima asprak yang cukup untuk makan “dua
hari” tadi. Mari kita berfikir apabila hal tersebut kita kaitkan dengan harapan
kita sebagai insan terpelajar dimana ilmu pengatahuan bisa lebih dihargai
meskipun dihargai dalam hal ini tidak sekedar dalam bentuk materi…..Sekian.